Konsep Anti Dikotomi Ilmu Pengetahuan dan Agama Islam
A. Pengertian Anti Dikotomi
Dalam Kamus Ilmiah, kata Anti bermakna; benci, menolak, melawan,
dan menentang.[1]Pengertian
dikotomi, tentunya kita harus mengetahui lebih dulu pengertian secara harfiah dari
kata dikotomi itu sendiri. Kata dikotomi berasal dari bahasa Inggris “dichotomy”
yang artinya membedakan dan mempertentangkan dua hal yang berbeda. [2]Kata
yang dalam bahasa Inggrisnya dichotomy tersebut, digunakan sebagai
serapan ke dalam bahasa Indonesia menjadi dikotomi yang arti harfiahnya dalam
kamus besar bahasa Indonesia adalah pembagian atas dua kelompok yang saling
bertentangan. [3]Maka
ketika menempatkan sesuatu pada dua kutub yang berbeda yang sulit untuk
diintegrasikan, sikap tersebut sudah menjadi sikap dikotomi. Contohnya seperti;
sikap dikotomisasi antara Ilmu Pengetahuan dan Agama. Jadi yang dimaksud Anti
Dikotomi adalah penolakan terhadap penggolongan (pembagian) atas dua kelompok yang
saling bertentangan.
B. Pengertian Ilmu Pengetahuan
ilmu pengetahuan ialah usaha pemahaman manusia yang disusun dalam
satu sistema mengenai kenyataan, struktur, pembagian, bagian-bagian dan
hukum-hukum tentang hal-ihwal yang di selidiki (alam, manusia, dan agama)
sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiran yang dibantu penginderaan manusia
itu, yang kebenarannya di uji secara empiris, riset dan eksperimental.[4]
Ilmu pengetahuan sendiri, terdiri dan terbentuk atas Ilmu dan Pengetahuan, kata
Ilmu berasal dari bahasa Arab yaitu; ‘allama yang berarti Pengetahuan.
Kata ini sering disejajarkan dengan kata science dalam bahasa Inggris yang
berarti Pergetahuan. Kata ini ada yang menyebut berasal dari bahasa Latin
scire, scientia yang berarti pengetahuan dan aktivitas mengetahui. [5]
C. Konsep Anti Dikotomi antara Ilmu Pengetahuan dan Agama Islam
Agama Islam banyak
memberikan penegasan mengenai Ilmu Pengetahuan baik secara nyata maupun secara
tersamar, seperti yang tersebut dalam surat Al-Mujadalah ayat 11, sebagai berikut:
Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. [6]
Dalam Al-qur’an
dan hadits sangat banyak ayat-ayat yang menerangkan tentang hubungan antara
ajaran Islam dan Ilmu Pengetahuan serta pemanfaatannya yang kita sebut Ilmu
Pengetahuan. Hubungan tersebut dapat berbentuk seperti perintah yang
mewajibkan, menyuruh mempelajari, pernyataan-pernyataan, bahkan ada yang
berbentuk sindiran dan lain-lain. Kesemua itu tidak lain menggambarkan betapa
eratnya hubungan antara Agama Islam dan Ilmu Pengetahuan yang tidak dipisahkan
satu dengan yang lainnya. Tegasnya, Hubungan antara Agama Islam dan Ilmu
Pengetahuan adalah bersifat erat dan menyatu.[7]
Selain itu,
Al-Qur’an juga mengandung ayat-ayat yang bisa dijadikan pedoman meskipun hanya
secara garis besar, bagi pengembangan Ilmu Pengetahuan dalam rangka mempertebal
keimanan dan meningkatkan kesejahteraan Umat manusia di Dunia. Tiga Sumber
dalam Islam yaitu, Al-Qur’an, as-sunnah, dan Al-kaun (Alam Semesta). Dari
ketiga sumber tersebut saling keterkairtan dan saling menguatkan. Sumber
Al-kaun )Alam
semesta( harus kita pelajari, kita tafakurkan, kita
obserrvasi, kita teliti, dan kita nalarkan secara cermat, akurat dan
seksama sebagaimana sikap kita terhadap Al-Qur’an dan As Sunnah. Al-kaun
sebagai sumber yang ketiga akan memberikan kelengkapan yang detail bagi
pemahaman serta penafsiran Al-qur’an dan As Sunnah.[8]
Ziauddin Sardar
Mengatakan bahwa salah satu faktor penyebab dikotomi sistem pendidikan Islam
adalah diterimanya budaya barat secara total bersama dengan adopsi ilmu
pengetahuan dan teknologinya. Sebab mereka yang menganut pandangan tersebut
berkeyakinan, kemajuanlah yang penting bukan agama. Oleh karenanya kajian Agama
dibatasi bidangnya. Agama hanya membicarakan tentang hubungan individu dengan
Tuhannya, lainnya bukan urusan agama.[9]
Dalam ajaran Islam, sikap dikotomis terhadap Ilmu bukan saja tidak
didapati dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah, akan tetapi yang di dapati justru
sebaliknya, yakni bertentangan dengan pesan suci Tuhan yang memunculkan konsep
Ilmu Integral dari Al-Qur’an dan Al-Hadits itu sendiri. Bahkan dalam
doktrin-doktrin Islam ditegaskan bahwa segala bentuk Ilmu pengetahuannya
hakikatnya adalah bersumber dari satu, yakni Allah sebagai pencipta Ilmu
Pengetahuan yang mutlak, transenden secara nyata dan secara metafisis maupun
aksiologis tinggi.[10]
Penilaian ini sejalan dengan realitas yang terjadi antara peradaban Islam
dengan peradaban Barat. Hilangnya aspek kesakralan dari konsep Ilmu barat serta
sikap ilmuwan Muslim yang menyebabkan terjadinya stagnansi setelah memisahkan
wahyu dari akal, dan memisahkan pemikiran dari aksi kultur dan dipandang sama
berbahayanya bagi perkembangan keilmuan Islam. Dari fakta diatas, muncullah
gagasan untuk menyatukan kembali, dan menolak adanya penggolongan (anti
dikotomi) antara Ilmu Pengetahuan dan Agama Islam dengan Istilah “Islamisasi Ilmu
Pengetahuan”.[11]
Ada
beberapa cara untuk menghilangkan dikotomi ilmu pengetahuan dan Agama Islam dengan
Proyek Islamisasi Ilmu pengetahuan adalah:
(a). Dari segi epistemologi,
umat islam harus berani mengembangkan kerangka pengetahuan masa kini yang terartikulasi
sepenuhnya. Ini berarti pengetahuan yang dirancang harus aplikatif. Kerangka
pengetahuan dimaksud setidaknya dapat menggambarkan metode-metode dan
pendekatan yang tepat yang nantinya dapat membantu pakar Muslim.
(b). Perlu adanya kerangka teoritis
Ilmu Pengetahuan yang menggambarkan gaya-gaya dan metode aktifitas Ilmiah yang
sesuai tinjauan dunia dan mencerminkan nilai dan norma budaya Muslim.
)c).
Perlu diciptakan teori-teori yang memadukan ciri-ciri terbaik sistem
tradisional dan sistem modern yang mengacu pada konsep ajaran islam. Disamping
itu, sistem tersebut juga harus mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat
muslim secara multidimensional masa depan.[12]
Al-Qur’an merupakan produk Iptek
Allah yang diturunkan kepada Manusia untuk manusia akan jalur-jalur riset yang
perlu ditempuh, sehingga manusia memperoleh hasil yang benar. Disini fungsi
Al-Qur’an sebagai hudan memberikan kecerahan pada akal manusia, sehingga
manusia merasa lapang dihadapan Allah yang maha luas. Kebenaran hasil riset ini
dapat di ukur dari kesesuaian antara akal dengan naqli. Kerja akal yang
sesuai dengan naql. Kerja akal yang sesuai dengan naql ini dapat
dikategorikan Ibadah kepada Allah SWT. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa
dalam Agama Islam tidak ada penggolongan (dikotomi) antara Ilmu Pengetahuan dan
Agama Islam. Semua itu dapat dibuktikan dengan pengambilan beberapa wahyu Allah
untuk diteliti dan dikaji secara mendalam untuk dijadikan sebuah Ilmu
Pengetahuan. Karena sebenarnya dalam ajaran Islam sudah dijelaskan secara rinci
bahwa semua yang ada ini adalah bersumber dari sang Pencipta, yaitu Allah. Dan
hal inilah yang mendasari Anti Dikotomi antara Ilmu Pengetahuan dan Agama
Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Bahauddin, Sri Minarti, Umiarso. Dikotomi Pendidikan Islam,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011.
Pius A Partanto, M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer,
Surabaya: Arkola, 2001.
Sidi Gazalba, Sistematika
Filsafat, Jakarta: Bulan Bintang, 1973.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 2001.
Endang Saifuddin Anshari, Ilmu Filsafat dan Agama, Surabaya:
PT. Bina Ilmu, 1987.
Tim Perumus Fakultas Teknik UMJ Jakarta, Al-Islam & Iptek,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Press, 1998.
Ziauddin Sardar, Rekayasa Masa Depan Peradaban Muslim, Terj.
Rahma Astuti, Bandung: Mizan, 1986.
[1]
Pius A
Partanto, M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola,
2001), hal. 35.
[3] Tim Penyusun
Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2001), hal. 264.
[4] Endang
Saifuddin Anshari, Ilmu Filsafat dan Agama, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,
1987), hal. 50.
[5] Sidi Gazalba, Sistematika
Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hal. 41.
[6] QS.
Al-Mujadalah: 11.
[7] Tim Perumus
Fakultas Teknik UMJ Jakarta, Al-Islam & Iptek, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Press, 1998), hal. 61-63.
[8] Ibid,
hal. 69.
[9] Ziauddin
Sardar, Rekayasa Masa Depan Peradaban Muslim, Terj. Rahma Astuti,
(Bandung: Mizan, 1986), hal. 75.
[10] Bahauddin, Sri
Minarti, Umiarso. Dikotomi Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2011), hal. 50-53
[11] Ibid,
hal. 71.
[12] Ziauddin
Sardar, Op. Cit., hal. 280-281.
semoga manfaat dan barakah
BalasHapusSilahkan baca, mudah-mudahan bermanfa'at: http://rumahbelajaribnuabbas.wordpress.com/2008/08/02/dikotomisme-ilmuadakah-itu/
BalasHapusIzin copas,kak
BalasHapus