Pengunjung

ads
Unknown LINGKUNGAN DAN SARANA PENDIDIKAN ISLAM Minggu, 12 Mei 2013 A.       Pengertian Lingkungan Dalam kegiatan pendidikan, kita melihat adanya unsur pergaulan dan unsur lingkungan yang keduanya tidak... 5

LINGKUNGAN DAN SARANA PENDIDIKAN ISLAM



A.      Pengertian Lingkungan
Dalam kegiatan pendidikan, kita melihat adanya unsur pergaulan dan unsur lingkungan yang keduanya tidak terpisahkan tetapi dapat dibedakan. Dalam pergaulan ini tidak selalu berlangsung pendidikan walaupun didalamnya terdapat faktor-faktor yang berdaya guna untuk mendidik.[1] Pergaulan merupakan unsur lingkungan yang turut serta mendidik seseorang. Pergaulan semacam ini dapat terjadi dalam :
1.      Hidup bersama orang tua, nenek, kakek atau adik dan saudara-saudara lainnya dalam suatu keluarga.
2.      Berkumpul dengan teman-teman sebaya.
3.      Bertempat tinggal dalam suatu lingkungan kebersamaan di kota, di desa, atau di mana saja.
Dalam arti yang luas lingkungan mencakup iklim dan geografis, tempat tinggal, adat istiadat, pengetahuan, pendidikan dan alam. Dengan kata lain lingkungan ialah segala sesuatu yang tampak dan terdapat alam kehidupan yang senantiasa berkembang,. Ia adalah seluruh yang ada, baik manusia maupun benda buatan manusia, atau alam yang bergerak dan tidak bergerak, kejadian-kejadian atau hal-hal yang mempunyai nilai positif bagi seseorang. Sejauh manakah seseorang berhubungan dengan lingkungannya, sejauh itu pula terbuka peluang masuknya pengaruh pendidikan kepadanya. Tetapi keadaan- keadaan itu tidak selamanya bernilai pendidikan, artinya mempunyai nilai-nilai positif bagi perkembangan seseorang, karena bisa saja merusak perkembangannya.
Disamping itu dapat pula dikemukakan bahwa “lingkungan pribadi” yang membentuk suasana diri, suatu suasana yang bersifat pribadi. Suasana pribadi ini tampak pada diri seseorang yang kita nyatakan dengan kata-kata: tenang, hati-hati, cermat, lembut, kasar. Pernyataan itu mungkin lahir karena kita merasakan demikian adanya, meskipun tidak bergaul dengannya.[2]




B.  Pembinaan Lingkungan Islami
Lingkungan yang harus dibina dengan konsep pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1.      Keluarga
Menurut pandangan sosiologis, keluarga adalah lembaga sosial terkecil dari masyarakat. Pengertian keluarga ini menunjukkan bahwa keluarga merupakan bagian dari masyarakat; bagian ini menentukan keseluruhan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat mempunyai pengaruh pada kesejahteraan keluarga. Analisis ini merupakan akibat logis dari pengertian keluarga sebagai yang kecil, sebagai bagian dari yang besar.[3]
Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Dikatakan pendidik pertama, karena di tempat inilah anak mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya sebelum ia menerima pendidikan yang lainnya. Dikatakan pendidikan utama karena pendidikan dari tempat ini mempunyai pengaruh yang dalam bagi kehidupan anak dikelak kemudian hari. Karena peranannya demikian penting itu maka orang tua harus benar-benar menyadarinya sehingga mereka dapat memerankannya sebagaimana mestinya.[4] Pembinaan dilakukan pertama kali oleh ayah terhadap anak-anaknya, suami terhadap istrinya. Ayah harus menjadi pemimpin yang bijaksana dan menjunjung tinggi asas demokrasi dalam keluarga. Ayah harus menjadi suri teladan terhadap keluarga.[5]
                        Islam mengajarkan rumah tangga yang baik ialah; rumah tangga yang dibangun dengan kehidupan penuh sakinah. Allah berfirman:
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøŠs9Î) Ÿ@yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨Šuq¨B ºpyJômuur 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 tbr㍩3xÿtGtƒ ÇËÊÈ  
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.[6]
Suatu kehidupan keluarga yang baik, sesuai dan tetap menjalankan agama yang dianutnya merupan persiapan yang baik untuk memasuki pendidikan sekolah, oleh karena melalui suasana keluarga yang demikian itu tumbuh perkembangan efektif anak secara "benar" sehingga ia dapat tumbuh dan berkembang secara wajar. Seorang ibu secara intuisi mengetahui alat-alat pendidikan apa yang lebih baik dan dapat digunakan. Sifatnya yang lebih halus dan persasa itu merupakan imbangan terhadap sifat seorang ayah. Keduanya merupakan unsur yang salimg melengkapi dan isi mengisi yang membentuk suatu keserasian dan keseimbangan dalam kehidupan suatu keluarga.[7]
Dalam rangka membentuk rumah tangga sakinah tersebut islam menetapkan beberapa patokan dalam memilih jodoh. Menurut panitia muzakarah ulama ada 3 untuk memilih jodoh yang baik itu:
a)      Aspek keberagaman dari pasangan hidup Rumah tangga.
b)      Aspek kehormatan diri dalam arti terpeliharanya kesucian seksual dari kedua pasangan yang ingin membentuk hidup rumah tangga.
c)      Islam mencegah terjadinya perkawinan antara terlalu dekat (cosangiun). Perkawinan seperti ini seperti ini bisa menimbulkan akibat tidak baik bagi fisik maupun mental anak.[8]
2. Masyarakat
            Masyarakat turut serta memikul tanggung jawab pendidikan. Secara sederhana masyarakat dapat diartikan sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan dan agama. Setiap masyarakat mempunyai cita-cita, peraturan-peraturan dan sistem kekuasaan tertentu.[9]
Masyarakat, besar pengaruhnya dalam memberi arah terhadap pendidikan anak, terutama para pemimpin masyarakat atau penguasa yang ada di dalamnya. Pemimpin masyarakat muslim tentu saja mengehendaki agar setiap anak dididik menjadi anggota yang taat dan patuh menjalankan agamanya, baik dalam lingkungan keluarganya, anggota sepermainannya, kelompok kelasnya dan sekolahnya. Bila anak telah besar diharapkan menjadi anggota yang baik pula sebagai warga desa, warga kota dan warga negara. Dengan demikian, di pundak mereka terpikul keikutsertaan membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak. Ini berarti bahwa pemimpin dan penguasa dari masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan. Prof Dr. Oemar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibani mengemukakan sebagai berikut:
“Diantara ulama-ulama mutakhir yang telah menyentuh persoalan tanggung jawab adalah Abbas Mahmud Al-Akkad yang menganggap rasa tanggung jawab manusia pada pengertian Al-qur’an dan Islam, sehingga dapat ditafsirkan manusia sebagai: “makhluk yang bertanggung jawab”. Firman Allah dalam surat At-Thur ayat 21:
@ä. ¤ÍöD$# $oÿÏ3 |=|¡x. ×ûüÏdu ÇËÊÈ    
“tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya”.[10]
            Sekalipun islam menekankan tanggung jawab perseorangan dan pribadi bagi manusia dan menganggapnya sebagai asas, ia tidaklah mengabaikan tanggung jawab sosial yang menjadikan masyarakat sebagai masyarakat solidaritas, berpadu dan kerjasama membina dan mempertahankan kebaikan. Islam tidak membebaskan manusia dari tanggung jawab tentang apa yang berlaku pada masyarakatnya dan apa yang terjadi disekelilingnya atau terjadi dari orang lain. Terutama jika orang lain itu termasuk orang yang berada di bawah perintah dan pengawasannya seperti istri, anak dan lain-lain.[11] Firman Allah SWT dalam Surat At-Taubah ayat 71:
tbqãZÏB÷sßJø9$#ur àM»oYÏB÷sßJø9$#ur öNßgàÒ÷èt/ âä!$uŠÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4 šcrâßDù'tƒ Å$rã÷èyJø9$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# šcqßJŠÉ)ãƒur no4qn=¢Á9$# šcqè?÷sãƒur no4qx.¨9$# šcqãèŠÏÜãƒur ©!$# ÿ¼ã&s!qßuur 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNßgçHxq÷Žzy ª!$# 3 ¨bÎ) ©!$# îƒÍtã ÒOŠÅ3ym ÇÐÊÈ  
“ Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.[12]

3. Sekolah
Faktor lingkungan sosial sekolah seperti para guru, pegawai administrasi, dan teman-teman sekolah, dapat mempengaruhi semangat belajar seorang anak. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan prilaku yang simpatik serta memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin, khususnya dalam hal belajar misalnya membaca dan rajin berdiskusi dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar anak.[13]
Sekolah sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran telah ada sejak beberapa abad yang lalu, yaitu pada zaman Yunani kuno. Kata sekolah berasal dari bahasa Yunani “Schola” yang berarti waktu menganggur atau waktu senggang. Bangsa Yunani kuno mempunyai kebiasaan bediskusi guna menambah ilmu dan mencerdaskan akal. Lambat laun usaha ini diselenggarakan secara teratur dan berencana (secara formal) sehingga akhirnya timbullah sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang bertugas untuk menambah ilmu pengetahuan dan kecerdasan akal.[14]
Di sekolah berkumpul anak-anak dengan umur yang hampir sama dengan taraf pengetahuan yang kurang lebih sederajat dan secara sekaligus menerima pelajaran yang sama.
1.      Perbedaan Antara Rumah dengan Sekolah[15]
Ada perbedaan antara rumah dengan sekolah, bagi dari segi suasana, tanggung jawab kebebasan dan pergaulan.
a.     Suasana
Rumah adalah tempat anak lahir dan langsung menjadi anggota baru dalam rumah tangga. Kelahirannya disambut oleh orang tuanya dengan gembira dan malahan kerapkali dirayakan dengan mengadakan selamatan/tasyakuran. Dirumah anak diasuh oleh orang tuanya dengan penuh kasih sayang, yang mendorong orang tuamengatasi segala macam kesukaran. Sebaliknya anak mencurahkan segala kepercayaannya kepada orang tuanya.

b.    Tanggung Jawab
Di sekolah guru merasa bertanggung jawab terutama terhadap pendidikan oleh murid-muridnya. Ia merasa telah memenuhi kewajibannya dan mendapat nama baik, jika murid-muridnya sebagian besar naik kelas atau lulus dalam ujian. Akan tetapi ajaran islam memerintahkan bahwa guru tidaklah hanya mengajar, tetapi juga mendidik.[16] Ia sendiri harus member contoh dan menjadi teladan bagi murid-muridnya dan dalam segala mata pelajaran ia dapat menanamkan rasa keimanan dan akhlak sesuai dengan ajaran islam. Malahan di luar sekolah pun ia harus bertindak sebagai pendidik.
c.     Kebebasan
Di rumah anak bebas dalam gerik-geriknya, ia boleh makan apabila lapar, tidur apabila mengantuk. Ia boleh bermain. Ia tidak dilarang mengeluarkan isi hatinya selama tidak melanggar kesopanan. Di sekolah suasana bebas seperti itu tidak terdapat. Disana ada aturan-aturan yang tertentu. Sekolah dimulai pada waktu yang ditentukan dan ia harus duduk selama waktu itu pada tempat yang ditentukan pula. Ia tidak boleh meninggalkan atau menukar tempat, kecuali seizin gurunya. Pendeknya ia harus menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.
d.    Pergaulan
Di rumah pergaulan diliputi oleh suasana kasih sayang, saling mengerti dan saling bantu membantu.[17] Meskipun didalam rumah kadang-kadang terjadi perkelahian kakak adik, tetapi di luar rumah kakak senantiasa mempertahankan adiknya, anak menjaga nama baik orang tuanya. Mereka harus menghormati hak dan kepentingan masing-masing.
Sekolah dibuat oleh manusia, karena semakin tinggi tingkat kebudayaan, maka tuntutan-tuntutan masyarakat bertambah pula. Rumah tangga tidak mampu lagi mendidik anak-anak. oleh karena itu masyarakat mendirikan sekolah-sekolah, dimana dilaksanakan pendidikan anak dan tentu saja dengan peraturan-peraturan tertentu.
2.      Pengaruh Rumah Terhadap Sekolah
Suasana dalam rumah termasuk factor yang lebih penting lagi dalam kaitannya dengan pendidikan anak. Buruk baiknya suasana rumah tangga sebagian besar [18]bergantung kepada hubungan antara ibu dan bapak besar pengaruhnya terhadap anak. Kerap kali kemunduran anak disekolah disebabkan oleh keadaan dalam rumah tangga. Perceraian orang tua, kematian ibu atau bapak dapat mempengaruhi belajar anak di sekolah. Sebab itu guru hendaknya memandang anak tidak sebagai murid semata-mata, tetapi juga sebagai anak dalam satu rumah tangga. [19]
3.      Apa yang Dapat Diharapkan Keluarga dan Masyarakat Beragama dari Sekolah
Pada dasarnya sekolah harus merupakan suatu lembaga yang membantu bagi tercapainya cita-cita keluarga dan masyarakat, khususnya masyarakat islam, dalam bidang pengajaran yang tidak islam, lembaga pendidikan yang dapat memenuhi harapan ialah lembaga pendidikan islam, artinya bukan sekedar lembaga yang didalamnya diajarkan pelajaran agama islam, melainkan suatu lembaga pendidikan yang secara keseluruhannya bernapaskan islam. Hal itu hanya mungkin terwujud jika terdapat keserasian antara rumah dan sekolah dalam pandangan keagamaan.
Ketiga unsure itu harus serasi dan saling mengisi dan dalam membentuk kepribadian anak didik. Prof. Dr. Ahmad Sjalabi dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam, menjelaskan antara lain : [20]
4.      Membina Hubungan Antara Rumah dan Sekolah
Dengan masuknya anak ke sekolah, maka terbentuklah hubungan antara rumah dan sekolah. Pengaruh sekolah segera terasa di rumah. Orang tua harus melepaskan anaknya beberapa jam lamanya dan menyerahkannya kepada pimpinan guru. Ibu harus menyesuaikan waktu dengan keperluan anaknya, agar anaknya jangan terlambat sampai ke sekolah.[21] Ia harus menyediakan pakaian yang baik, supaya naknya tidak malu terhadap anak lain. Sekembalinya dari sekolah anak membawa suasana sekolah ke dalam rumahnya. Antara rumah dan sekolah tercipta hubungan, karena antara kedua lingkungan itu terdapat obyek dan tujuan yang sama yakni mendidik anak-anak.
a.     Daftar Nilai
Daftar nilai sebenarnya laporan guru kepada orang tua tentang kemajuan anaknya mengenai pelajaran, kelakuan dan kerajinannya. Laporan itu tidak diberikan dalam bentuk kata-kata, akan tetapi berupa angka-angka. Dari angka-angka itu orang tua dapat mengetahui dalam pelajaran mana anaknya pandai dan dalam mata pelajaran mana anaknya ketinggalan. Angka kurang misalnya memberi peringatan kepada anak supaya ia lebih giat bekerja. Sebaliknya angka itu memperingatkan orang tua agar lebih memperhatikan anak itu dalam hal belajar.  

b.    Surat Peringatan
Daftar nilai yang buruk kadang-kadang disertai dengan surat ancaman, bahwa anak yang bersangkutan mungkin tidak akan naik kelas, atau lainnya. Surat itu harus ditandatangani oleh orang tua untuk kemudian dikembalikan kepada guru. Maksudnya supaya orang tua jangan terkejut, jika anak itu tidak naik kelas. Dengan demikian anak akan lebih mudah memperhatikan pelajaran anaknya. Mungkin anak itu selama ini tidak sempat belajar, karena terlampau bnyak pekerjaan lain, atau krena tidak ada lampu dan buku atau karena anak itu terpengaruh oleh anak yang berperangai buruk.[22]
c.     Kunjungan Kepada Guru
Sekolah tidak dapat mengharap banyak dari orang tua untuk datang mengunjunginya. Barulah orang tua mengunjungi sekolah jika mereka perlu, misalnya meminta tempat untuk anaknya atau berusaha agar anaknyayang tinggal kelas dinaikkan.
d.    Pertemuan Guru-guru dengan Orang Tua Murid
Kebanyakan orang tua, lebih-lebih di kota, jarang sekali mengunjungi sekolah. Mungkin ia pernah melihat sekolah itu dari luar, tetapi itu belum cukup. Ia juga harus mengenal gedung itu dari dalam, seperti ruangan sekolah tempat anaknya belajar bertahun-tahunm guru-guru, dan sarana-sarana belajar lainnya.
Tujuan pertama pertemuan ialah memperkenalkan sekolah kepada orang tau, memperlihatkan kepadanya apa yang terjadi didalam sekolah, agar tercapai hubungan yang erat antara orang tua dengan guru-guru. Kerja sama dalam mendidik anak memerlukan sikap kenal-mengenal antara guru dengan orang tua.
e.     Memahami Murid-murid
Guru akan semakin mudah mendidik anak-anak disekolah, apabila pribadi anak itu dipahaminya benar-benar. Oleh karena itu baik sekali apabila ia mengunjungi setiap orang tua muridnya, setidak-tidaknya orang tua murid yang anaknya menimbulkan kesukaran dalam pendidikan, misalnya yang berkelakuan buruk, malas, mundur pelajarannya, keras kepala dan sebagainya.
C.      Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah. Adapun, prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidaqk langsung menunjang pelaksanaan-pelaksanaan proses pendidikan di sekolah. Sarana pendidikan diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu 1) habis tidaknya dipakai; 2) bergerak tidaknya pada saat digunakan; 3) hubungannya dengan proses belajar mengajar. Dilihat dari habis tidaknya dipakai, ada dua macam sarana pendidikan, yaitu sarana pendidikan yang habis dipakai dan sarana pendidikan tahan lama. [23]
a).   Sarana pendidikan yang habis dipakai adalah segala bahan atau alat yang apabila digunakan bisa habis dalam waktu yang relatif singkat. Contoh; kapur tulis, beberapa bahan kimia untuk praktik guru dan siswa, dsb. Selain itu ada sarana pendidikan yang berubah bentuk. Misalnya kayu, besi, dan kertas karton yang sering digunakan oleh guru dalam mengajar. Contoh: pita mesin ketik/computer, bola lampu dan kertas.
b).   Sarana pendidikan tahan lama. Sarana pendidikan tahan lama adalah keseluruhan bahan atau alat yang dapat digunakan secara terus menerus dan dalam waktu yang relative lama, contoh, bangku sekolah, mesin tulis, atlas, globe, dan beberapa peralatan oleh raga. Ditinjau dari bergerak tidaknya pada saat digunakan ada dua macam sarana pendidikan. Yaitu sarana pendidikan yang bergerak dan sarana pendidikan.
Ditinjau dari bergerak tidaknya pada saat digunakan ada dua saran pendidikan, yaitu saran pendidikan yang bergerak dan sarana pendidikan yang tidak bergerak.
a)      Sarana pendidikan yang bergerak
Sarana pendidikan yang bergerak adalah sarana pendidikan yang bisa digerakkan atau dipindah sesuai dengan kebutuhan pemakainya, contohnya: almari arsip sekolah, bangku sekolah,dsb.
b)      Sarana pendidikan yang tidak bergerak
Sarana pendidikan yang tidak bergerak adalah semua sarana pendidikan yang tidak bisa atau relatif sangat sulit untuk dipindahkan, misalnya saluran dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Ditinjau dari hubungannya dengan Proses Belajar Mengajar, Sarana Pendidikan dibedakan menjadi 3 macam bila ditinjau dari hubungannya dengan proses belajar mengajar, yaitu: alat pelajaran, alat peraga, dan media pengajaran.
a. Alat pelajaran
Alat pelajaran adalah alat yang digunakan secara langsung dalam proses belajar mengajar, misalnya buku, alat peraga, alat tulis, dan alat praktik.
b. Alat peraga
Alat peraga adalah alat pembantu pendidikan dan pengajaran, dapat berupa perbuatan-perbuatan atau benda-benda yang mudah memberi pengertian kepada anak didik berturut-turut dari yang abstrak sampai dengan yang konkret.
c. Media pengajaran
Media pengajaran adalah sarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara dalam proses belajar mengajar, untuk lebih mempertinggi efektivitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pendidikan. Ada tiga jenis media, yaitu media audio, media visual, dan media audio visual.
Untuk mencapai tujuan pendidikan memerlukan berbagai alat dan metode. Istilah lain dari alat pendidikan yang dikenal hingga saat ini adalah media pendidikan, Audio Visual Aids  (A.V.A), sarana dan prasarana pendidikan.[24]
Definisi-definisi yang pernah dikemukakan tentang alat pendidikan adalah sebagai berikut :
Roestiyah Nk. Dkk., : media pendidikan adalah alat, metode dan teknika yang digunakan dalam rangka meningkatkan efektivitas komunikasi dan interaksi edukatif antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.[25]
Vernon S. Gerlach dan Donald P.Ely : media adalah sumber belajar. Secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda atau pun peristiwa yang membuat kondisi siswamungkin memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap.[26]
Dalam pergaulan tersebut contoh teladan utama dari pihak pemimpin sekolah, guru-guru dan staf lebih banyak mempengaruhi murid untuk menjadi manusia yang baik. Oleh sebab itu mereka harus membina suatu masyarakat sekoalh yang baik yang membantu pembinaan suasana agama di sekolah. Pendidikan agama tidak mungkin berhasil dengan baik bila hanya dibebankan kepada guru agama saja tanpa didukung oleh pemimpin sekolah dan guru-guru yang lain.


BAB III
KESIMPULAN
Lingkungan memang identik dengan faktor yang banyak mempengaruhi kemajuan atau kemunduran pengembangan potensi anak didik, dari sinilah perlu adanya pembenahan dari faktor lingkungan yang dilakukan dari beberapa elemen, diantaranya:
1.    Keluarga
keluarga adalah lembaga sosial terkecil dari masyarakat. Pengertian keluarga ini menunjukkan bahwa keluarga merupakan bagian dari masyarakat; bagian ini menentukan keseluruhan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat mempunyai pengaruh pada kesejahteraan keluarga. Analisis ini merupakan akibat logis dari pengertian keluarga sebagai yang kecil, sebagai bagian dari yang besar.
Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Dikatakan pendidik pertama, karena di tempat inilah anak mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya sebelum ia menerima pendidikan yang lainnya. Dikatakan pendidikan utama karena pendidikan dari tempat ini mempunyai pengaruh yang dalam bagi kehidupan anak dikelak kemudian hari. Karena peranannya demikian penting itu maka orang tua harus benar-benar menyadarinya sehingga mereka dapat memerankannya sebagaimana mestinya.
2.    Masyarakat
Masyarakat turut serta memikul tanggung jawab pendidikan. Secara sederhana masyarakat dapat diartikan sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan dan agama. Setiap masyarakat mempunyai cita-cita, peraturan-peraturan dan sistem kekuasaan tertentu. Masyarakat, besar pengaruhnya dalam memberi arah terhadap pendidikan anak, terutama para pemimpin masyarakat atau penguasa yang ada di dalamnya.
3.    Sekolah 
Faktor lingkungan sosial sekolah seperti para guru, pegawai administrasi, dan teman-teman sekolah, dapat mempengaruhi semangat belajar seorang anak. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan prilaku yang simpatik serta memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin, khususnya dalam hal belajar misalnya membaca dan rajin berdiskusi dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar anak.
Sarana pendidikan diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu
1)      habis tidaknya dipakai dibagi menjadi dua;
a)     Sarana pendidikan yang habis dipakai
b)    Sarana pendidikan tahan lama.
2)      bergerak tidaknya pada saat digunakan dibagi menjadi dua;
a)    Sarana pendidikan yang bergerak
b)   Sarana pendidikan yang tidak bergerak
3)      hubungannya dengan proses belajar mengajar dibagi menjadi tiga;
a)     Alat pelajaran
b)    Alat peraga
c)     Media pengajaran


Daftar Pustaka

Daradjat , Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Sobur, Alex,  Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia, 2003.
Uhbiyati, Nur,  Ahmadi, Abu,  Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2007.
Beni Ahmad Syaebani, Hendradiyat, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Panitia Muzakarah Ulama, Memelihara Kelangsungan Hidup Anak menurut Islam, kerjasama Depag, MUI dan UNICEF, (Jakarta: 1978/1988.
Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, Aksara Baru: 1982.
Nashir Ali, Dasar Ilmu Mendidik, Jakarta : Mutiara Jakarta, 1979.
Sjalabi , Ahmad, Sejarah Pendidikan Islam, alih bahasa Prof. Dr. Muchtar Jahja dan Drs. M. Sanusi Latief, Bulan Bintang, Jakarta, Tahun 1987, hal.93-94/106.
Kurikulum Madrasah Tsanawiyah buku dua
Crow and Crow, Educational Psychology, New York: ABC New-York, 1958.
http://id.shvoong.com/social-sciences education-administrasi-saranapendidikan.
Rustiyah NK. Cs, Kompetensi mengajar dan guru, Jakarta: Nasco, 1979.
Vernon S. Gerlach and Donald P. Ely, A Systimatic Approach to Instruction, di indonesiakan oleh Mudhoffir.
Highet Gilbert, Seni Mendidik, Pembangunan, 1957.



[1] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 63
[2] Ibid, hal. 64.
[3] Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), hal. 248.
[4] Nur Uhbiyati, Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 251.
[5] Beni Ahmad Syaebani, Hendradiyat, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 263.
[6] Q.S. Ar-Rum: 21
[7] Zakiah Daradjat, Op. cit., hal. 67.
[8] Panitia Muzakarah Ulama, Memelihara Kelangsungan Hidup Anak menurut Islam, kerjasama Depag, MUI dan UNICEF, (Jakarta: 1978/1988), Hal. 25-27.
[9] Ibid, hal. 44.
[10] Q.S. At-Thur: 21.
[11] Zakiah daradjat, Op.Cit., hal. 46.
[12] Q.S. At-Taubah: 71.
[13] Alex Sobur, Op. Cit., hal. 250.
[14] Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, (Aksara Baru: 1982), Hal. 70.
[15] Zakiah Daradjat, Op. Cit., hal. 71-73.

[17] Nashir Ali, Dasar Ilmu Mendidik, (Jakarta : Mutiara Jakarta, 1979), Hal. 72.
[18] Ibid. hal. 74-76.
[19] Ibid. hal. 77-78.
[20] Prof. Dr. Ahmad Sjalabi, Sejarah Pendidikan Islam, alih bahasa Prof. Dr. Muchtar Jahja dan Drs. M. Sanusi Latief, Bulan Bintang, Jakarta, Tahun 1987, hal.93-94/106.
[21] Kurikulum Madrasah Tsanawiyah buku dua hal. 17 pp.
[22] Crow and Crow, Educational Psychology, (New York: ABC New-York, 1958), Hal. 26.
[23] http://id.shvoong.com/social-sciences education-administrasi-saranapendidikan, Diakses pada 16 Juli 2010.
[24] Rustiyah NK. Cs, Kompetensi mengajar dan guru, (Jakarta: Nasco, 1979), Hal. 6.
[25] Vernon S. Gerlach and Donald P. Ely, A Systimatic Approach to Instruction, di indonesiakan oleh Mudhoffir, hal. 6.
[26] Highet Gilbert, Seni Mendidik, Pembangunan, 1957, hal.21.

Related Posts On

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Copyright © Anugerah Ilmu

Sponsored By: Free For Download Template By: Fast Loading Seo Friendly Blogger Template