Pengunjung

ads
Unknown Pemalsuan Menurut Undang-Undang Negara Dan Menurut Islam Senin, 07 April 2014 A.   PEMALSUAN MENURUT HUKUM DI INDONESIA Pemalsuan menurut kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) dan kitab undang-undang hukum ... 5

Pemalsuan Menurut Undang-Undang Negara Dan Menurut Islam



A.  PEMALSUAN MENURUT HUKUM DI INDONESIA

Pemalsuan menurut kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) dan kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP) disebutkan dalam BAB XII tentang pemalsuan surat yang terdapat dalam pasal 263 ayat 1 dan 2, yang berbunyi;
1)   Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
2)   Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.[1]
Dari KUHP dan KUHAP diatas dapat disimpulkan bahwa pemalsuan merupakan suatu bentuk pelanggaran pidana, yang mana pelakunya akan dikenakan sanksi sesuai dengan bunyi ayat diatas. Dari itulah, dapat dikatakan bahwa hukum pemalsuan identitas adalah dilarang atau tidak diperkenankan. Akan tetapi, jika masih ada anggota masyarakat yang melakukan hal itu, secara otomatis akan mendapatkan hukuman karena perbuatannya telah melanggar hukum negara yang harus diberikan hukuman atau sanksi.
B.  PEMALSUAN MENURUT HUKUM ISLAM
Pemalsuan merupakan salah satu perbuatan tercela yang dilarang oleh Agama. Pemalsuan adalah salah satu bentuk pendustaan (bohong) yang dapat merugikan banyak hal. Oleh karena itu, perbuatan pemalsuan merupakan perbuatan tercela (akhlak madzmumah) yang apabila seseorang melakukan hal itu, maka sama dengan telah melanggar aturan Allah SWT. Dilarangnya perbuatan dusta telah tercantum dalam Al-Qur’an, Hadits Rasulullah SAW, dan sekaligus dalam kaidah Fiqh;
1.    Firman Allah SWT; antara lain;
a.   QS. An-Nisa’ ayat 40
انْظُرْ كَيْفَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَكَفَى بِهِ إِثْمًا مُبِينًا (50)
Perhatikanlah, betapakah mereka mengada-adakan Dusta terhadap Allah? dan cukuplah perbuatan itu menjadi dosa yang nyata (bagi mereka).[2]
Ayat tersebut memberikan penjelasan akan tercelanya perbuatan dusta atau pemalsuan yang masuk dalam hal itu. Oleh karena itu, dalam salah satu hadits nabi disebutkan bahwa pelaku dusta akan dimasukkan ke dalam neraka.
b.  QS. Al-maidah ayat 41
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ لَا يَحْزُنْكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْكُفْرِ مِنَ الَّذِينَ قَالُوا آَمَنَّا بِأَفْوَاهِهِمْ وَلَمْ تُؤْمِنْ قُلُوبُهُمْ وَمِنَ الَّذِينَ هَادُوا سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ سَمَّاعُونَ لِقَوْمٍ آَخَرِينَ لَمْ يَأْتُوكَ يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ مِنْ بَعْدِ مَوَاضِعِهِ يَقُولُونَ إِنْ أُوتِيتُمْ هَذَا فَخُذُوهُ وَإِنْ لَمْ تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُوا وَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ فِتْنَتَهُ فَلَنْ تَمْلِكَ لَهُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا أُولَئِكَ الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ (41)
Hari rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, Yaitu diantara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka:"Kami telah beriman", Padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi. (orang-orang Yahudi itu) Amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan Amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu mereka merobah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. mereka mengatakan: "Jika diberikan ini (yang sudah di robah-robah oleh mereka) kepada kamu, Maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini Maka hati-hatilah". Barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, Maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatupun (yang datang) daripada Allah. mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.[3]
Dari ayat diatas bisa disimpulkan pokok bahasan dalam ayat diatas sebagai berikut;
1.    Allah menyuruh nabi Muhammad agar jangan cemas dan terpengaruh oleh perbuatan kaumnya yang dengan mudah menjad kafir.
2.    Orang munafik dan orang yahudi senang sekali mendengar pembicaraan dan propaganda bohong menganai pribadi dan kerasulan Muhammad SAW. Mengubah isi kitab Taurat dan hanya mau menerima suatu hukum kalau sesuai dengan keinginan dan hawa nafsu mereka. Kalau tidak, maka hukum itu mereka tolak.
3.    Hati mereka tidak akan dibersihkan. Mereka hina di dunia dan akhirat kelak akan mendapatkan siksaan yang amat berat.[4]
c.   QS. Al-An’am 93
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوحِيَ إِلَيَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَنْ قَالَ سَأُنْزِلُ مِثْلَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آَيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ (93)
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: "Telah diwahyukan kepada saya", Padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: "Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah." Alangkah dahsyatnya Sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang Para Malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu" di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya.[5]
Allah menjelaskan kepada kaum muslimin bahwa tidak ada orang yang lebih dzalim dari orang-orang yahudi yang mengingkari kebenaran Al-Qur’an. Perkataan mereka telah mengingkari ajaran agama tauhid. Begitu juga seperti mereka yang mengaku telah menerima wahyu dari Allah SWT, seperti musailamah Al-Kadzab, al-Aswad al-‘Ansi, Tulaihah al-asadi.
Allah menyebutkan ancaman dan siksaan yang diterima oleh orang dzalim itu, dikala mereka menghembuskan nafas yang terakhir, sebagai imbalan kejahatan dan dosa yang mereka lakukan.  Sungguh dahsyat siksaan yang diberikan oleh Allah kepada orang yang dzalim itu pada waktu mereka menghadapi sakaratul maut yang tidak dapat terlukiskan. Dan pada waktu itu, malaikat akan mengulurkan tangannya untuk merenggut nyawa mereka yang berlumur dosa dengan renggutan yang keras.[6]
d.  QS. Al-A’raf 37
فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِآَيَاتِهِ أُولَئِكَ يَنَالُهُمْ نَصِيبُهُمْ مِنَ الْكِتَابِ حَتَّى إِذَا جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا يَتَوَفَّوْنَهُمْ قَالُوا أَيْنَ مَا كُنْتُمْ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالُوا ضَلُّوا عَنَّا وَشَهِدُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَنَّهُمْ كَانُوا كَافِرِينَ (37)
Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat Dusta terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya? orang-orang itu akan memperoleh bahagian yang telah ditentukan untuknya dalam kitab (Lauh Mahfuzh); hingga bila datang kepada mereka utusan-utusan Kami (malaikat) untuk mengambil nyawanya, (di waktu itu) utusan Kami bertanya: "Di mana (berhala-berhala) yang biasa kamu sembah selain Allah?" orang-orang musyrik itu menjawab: "Berhala-berhala itu semuanya telah lenyap dari kami," dan mereka mengakui terhadap diri mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.[7]
Ayat ini menjelaskan bahwa berdusta kepada Allah dan ayat-ayatnya adalah pekerjaan yang paling dzalim. Mengada-ngadakan dusta dan kebohongan terhadap Allah ialah mewajibkan yang tidak diwajibkan Allah, memutarbalikkan hokum-hukum, yang halal dikatakan haram dan sebaliknya atau berani mengatakan bahwa Allah beranak dan bersekutu. Mendustakan ayat-ayat Allah berarti menolak, mempermainkan dan mengejeknya. Perbuatan mereka dianggap sebagai perbuatan yang paling dzalim, mereka akan menikmati kesenangan dunia yang bersifat sementara, namun di akhirat kelak mereka akan di adzab dengan siksa yang sangat pedih.[8]
e.   QS. Al-Ankabut 68
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْكَافِرِينَ (68)
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan yang hak tatkala yang hak itu datang kepadanya? Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir?[9]
Pada ayat diatas tercermin sekian banyak penekanan tentang keburukan kaum musyrikin. Pertama, kata افْتَرَى / mengada-ada, yakni berbohong, kedua, bahwa kebohongan itu bukan terhadap makhluk, tetapi kepada Allah sang pencipta, dan bukan kebohongan kecil tetapi كَذِبًا, kebohongan yang besar. Kebohongan tersebut terjadi spontan tanpa di pikirkan, sebagaimana dipahami dari kata لَمَّا. Akhirnya, ia mendustakan sesuatu yang telah bermurah hati جَاءَهُ datang kepadanya.[10]
f.    QS. An nahl 105
إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآَيَاتِ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ (105)
Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka Itulah orang-orang pendusta.[11]
g.    QS. At-Taubah 77
فَأَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِي قُلُوبِهِمْ إِلَى يَوْمِ يَلْقَوْنَهُ بِمَا أَخْلَفُوا اللَّهَ مَا وَعَدُوهُ وَبِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ (77)
Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga karena mereka selalu berdusta.[12]
Orang yang telah berikrar kepada Allah kemudian mengingkari janjinya itu, dan orang yang berdusta kepada Allah sehingga tidak menepati janjinya, maka hatinya tidak akan selamat dari kemunafikan.
Maka sudah sepantasnya pengingkaran janji dan kebohongan terhadap Allah ini mengakibatkan timbulnya nifaq yang kekal di dalam hati orang-orang yang disyaratkan dalam ayat diatas.[13]
Ayat Al-Qur’an diatas memberikan penjelasan akan tercelanya perbuatan dusta (bohong). Dan Allah juga mengancam bagi orang yang berdusta dengan berbagai macam kehinaan di dunia dan siksa di akhirat kelak. Selain ayat tersebut, Rasulullah SAW juga menjelaskan tentang buruknya sifat bohong atau dusta, diantaranya;
2.    Hadits Rasulullah SAW
a.    Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i
مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ.
Barang siapa yang dusta padaku (atas namaku) dengan sengaja, maka hendaklah menyiapkan tempatnya di dalam neraka, (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i).
b.    Hadits Riwayat Bukhari, Muslim
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَالْفُجُورُ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الْعَبْدُ يَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا.
Biasakanlah berkata benar, karena benar itu menuntun kepada kebaikan itu menuntun kepada kebaikan dan kebaikan itu menuntun ke surga, dan selalu seorang itu berkata benar, dan menjaga supaya tetap benar, sehingga dicatat disisi Allah sebagai seorang siddiq (yang amat benar). Dan berhati-hatilah dari dusta, karena dusta menuntun kepada lancung (curang) dan kecurangan itu menuntun kedalam neraka, dan selalu seorang hamba berlaku curang (curang) sehingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta. (HR. Bukhari, Muslim).
c.    Hadits Riwayat Bukhari, Muslim
أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا: إِذَا حَدَّثَ كَذَّبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ
Empat macam sifat, siapa yang ada padanya keempat sifat itu, maka ia munafiq yang betul-betul, dan siapa yang ada padanya satu dari sifat padanya, maka ia mempunyai sifat nifaq, sehingga meninggalkannya. Jika berkata-kata dusta, dan jika berjanji menyalahi janji, dan jika akad perjanjian cidera, dan bila berdebat (bertengkar) curang (lancung). (HR. Bukhari, Muslim).[14]
d.  Hadits Riwayat Bukhari
مَنْ تَحَلَّمَ بِحُلْمٍ لَمْ يَرَهُ ، كُلِّفَ أنْ يَعْقِدَ بَيْنَ شَعِيرَتَيْن (شَعْرَتَيْنِ) وَلَنْ يَفْعَلَ ، وَمَنِ اسْتَمَعَ إِلَى حَديثِ قَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ ، صُبَّ في أُذُنَيْهِ الآنُكُ يَوْمَ القِيَامَةِ. رواه البخاري .
Siapa yang mengaku bermimpi padahal tidak mimpi, maka kelak disuruh menyambung dua biji sya’ir (jagung) dan tidak akan dapat. Dan siapa yang mendengarkan pembicaraan orang-orang, padahal mereka tidak suka ia mendengar, maka kelak akan dituangkan di dalam telinganya cairan timah pada hari qiyamat. (HR. Bukhari).
e.    Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim
آيَاتُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَّبَ وإذا ائْتُمِنَ خَانَ وإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ
Tanda-tanda orang munafik ada tiga : Apabila berbicara, ia dusta; apabila berjanji, ia mengingkari; dan apabila diberi amanat, ia berkhianat. (HR. Bukhari dan Muslim).
f.    Hadits Riwayat Ahmad dan Abusy Syaikh
إِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ مُجَانِبٌ لِلإِيمَانِ
Awaslah kamu dari dusta, karena dusta itu menyalahi iman.
g.   Hadits Riwayat At Turmudzi dan Abu Na’im
إذا كَذَبَ العبدُ كِذْبَةً تَبَاعَدَ عَنْهُ الْمَلَكُ مِيْلاً مِنْ نَتْنِ مَا جَاءَ بِهِ.
Jika seorang hamba itu berdusta, maka malaikat itu menjauh dari padanya sejauh satu mil, karena sangat busuk bau perbuatannya itu.
h.  Hadits Riwayat Al-Hakim
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ. وَكَفَى بِالْمَرْءِ شُحًّا أَنْ يَقُوْلَ آخُذُ حَقِّى لَا أَتْرُكُ مِنْهُ شَيْئًا
Cukup bagi seorang pendusta, bila ia menceritakan semua yang didengar, dan cukup bagi seorang bakhil (kikir) jika ia berkata: aku akan ambil semua hakku dan tidak akan aku tinggalkan sedikitpun.
i.     Hadits Riwayat Ahmad dan Abu Dawud
وَيْلٌ لِلَّذِى يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيَضْحَكَ بِهِ الْقَوْمُ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
Ancaman berat bagi orang yang bercerita lalu berdusta untuk menertawakan orang-orang, maka ancaman berat baginya, dan ancaman berat baginya.
j.     Hadits Riwayat Ahmad
خَمْسٌ لَيْسَ لَهُنَّ كَفَّارَةٌ: الشِّرْكُ بِاللهِ، وَقَتْلُ النَّفْسِ بِغَيْرِ حَقٍّ، وَبَهْتُ الْمُؤْمِنِ، وَالْفِرَارُ مِنَ الزَّحْفِ، وَيَمِيْنٌ صَابِرَةٌ يَقْتَطِعُ بِهَا مَالًا بِغَيْرِ حَقًّ
Lima macam dosa yang tidak ada tebusannya:
1.        Syirik terhadap Allah
2.        Membunuh orang tanpa hak
3.        Membuat tuduhan palsu terhadap seorang mu’min
4.        Lari dari barisan kaum muslimin dalam perang.
5.        Sumpah palsu untuk mengambil hak orang lain.
k.  Hadits Riwayat Ahmad dan Ibn Abi Ad-Dunya
مَنْ قَالَ لِصَبِىٍّ تَعَالَ هَاكَ، ثُمَّ لَمْ يُعْطِهِ فَهِىَ كِذْبَةٌ.
Barang siapa yang memanggil anak kecil sambil berkata: mari saya beri apa-apa, kemudian tidak memberinya, maka itu dianggap dusta.[15]
3.    Kaidah Fiqh
Kaidah pertama, الأصل فى النهى للتحريم, pada dasarnya suatu larangan menunjukkan hukum haram melakukan perbuatan yang dilarang kecuali ada indikasi yang menunjukkan hukum lain.
Kaidah kedua, الأصل فى النهى يطلق الفساد مطلقا, suatu larangan menunjukkan fasad (rusak) perbuatan yang dilarang itu jika dikerjakan. Kaidah ini disepakati bilamana larangan itu tertuju kepada zat atau esensi suatu perbuatan, bukan terhadap hal-hal yang terletak diluar esensi perbuatan itu.
Kaidah ketiga, النهي عن الشيئ أمر بضده, suatu larangan terhadap suatu perbuatan berarti perintah terhadap kebalikannya.
C.  PERKARA YANG DIBOLEHKAN BERBOHONG
Pada dasarnya dusta merupakan perbuatan tercela yang dilarang, namun jika tiada jalan keluar lagi untuk mencapai tujuan yang baik, maka berdusta itu diperbolehkan. Misalnya seperti menyembunyikan seorang kawan muslim yang tengah diancam bunuh oleh penjahat, orang dzalim, atau orang kafir. Maka demi keselamatan jiwanya, orang boleh berdusta bahkan dalam contoh ini orang wajib berdusta.
Dari Ummu Kultsum RA, Rasulullah SAW bersabda;
لَيْسَ الْكَذَّابُ الَّذِى يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ فَيَنْمِى خَيْرًا أَوْ يَقُولُ خَيْرًا
Artinya: “Tidak dihukumi dusta lagi, orang yang berbohong demi terciptanya perdamaian diantara masyarakat yang tengah bermusuhan atau berselisih, sehingga mereka menjadi baik atau berkata baik. (HR. Bukhari Muslim)
Ditambahkan dalam riwayat lainnya; Ummu kultsum berkata: “belum Pernah ku dengar adanya keringanan tentang dusta sedikitpun, kecuali dalam tiga hal, yaitu:
1.    Ketika berkecamuknya perang
2.    Dalam mewujudkan perdamaian diantara masyarakat atau bangsa yang tengah dilanda permusuhan atau perselisihan.
3.    Omongan suami terhadap istrinya atau sebaliknya, demi terciptanya kerukunan dalam rumah tangga. (HR. Muslim).[16]



KESIMPULAN
            Jujur merupakan suatu kunci sukses menuju kehidupan yang baik. Akan tetapi kebalikannya, bila hidup ini dihiasi dengan dusta yang dilakukan oleh individu masyarakat, maka bukan tidak mungkin system kehidupan akan menjadi buruk dan tidak bisa mencapai kehidupan yang lebih baik.
            Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an yang harusnya dibuat pedoman bagi setiap manusia untuk menjalankan kehidupan agar senantiasa mendapatkan Hidayah dan diberkahi dalam setiap langkah perbuatan. Didalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang menunjukkan larangan dusta dan pedihnya siksa bagi orang yang berdusta. Firman Allah dalam Al-Qur’an mengenai perbuatan dusta dapat disimpulkan mengenai isi kandungannya sebagai berikut;
1.      Dusta merupakan perbuatan tercela dan dosa yang nyata (QS. An-Nisa’: 40)
2.      Hati orang yang berdusta tidak akan dibersihkan, mereka hina di dunia dan akan mendapat siksa yang sangat pedih di akhirat (QS. Al-Maidah: 41)
3.      Siksa Allah akan diberikan kepada pendusta disaat sakaratul maut dengan siksaan pedih yang tidak dapat dilukiskan (QS. Al-An’am: 93)
4.      Dusta merupakan pekerjaan yang paling dzalim (QS. Al-A’raf: 37) dan pendusta merupakan orang yang paling dzalim (QS. Al-Ankabut: 60)
5.      Dusta merupakan tanda dari sifat munafiq (QS. At-Taubah: 77)
Sabda Rasulullah SAW juga banyak menjelaskan tentang sifat dusta, diantaranya;
1.      Dusta akan membawa orang ke neraka.
2.      Dusta merupakan tanda sifat munafiq.
3.      Pendusta di hari Qiyamat telinganya akan dituangi timah.
4.      Pendusta akan dijauhi oleh Malaikat.
Jadi pada intinya, sifat dusta yang dalam makalah ini membahas tentang pemalsuan identitas pada dasarnya tidak diperbolehkan. Karena pemalsuan tersebut merupakan bentuk suatu sifat buruk yang akan berdampak buruk pula. Namun, dusta atau bohong diperbolehkan bila dipergunakan untuk menyelamatkan saudara sesama muslim yang jiwanya terancam oleh penjahat, orang dzalim dan orang kafir, maka dhukumnya boleh berbohong seperti dalam riwayat Ummu Kultsum. 




DAFTAR PUSTAKA

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Bandung: Citra Umbara, 2012.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Jakarta: Pustaka Amani, 2005.
Kementerian Agama RI, AlQur’an dan Tafsirnya jilid 2, Jakarta: Widya Cahaya, 2011.
Kementerian Agama RI, AlQur’an dan Tafsirnya jilid 3, Jakarta: Widya Cahaya, 2011.
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al mishbah volume 10, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Quthb, Sayyid, Tafsir fi zhilalil qur’an jilid 5, jakarta Gema Insani Pers, 2003.
Bahreisy, Salim, Terjemah Irsyadul ‘Ibad Ilasabilirrasyad, Surabaya: Darussaggar, tt.
Al-Hafidh dan Suhaemi, Masrap, Tarjamah Riyadhus Shalihin, Surabaya: Mahkota, 1986.



[1] Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), (Bandung: Citra Umbara, 2012), hal. 83.
[2] Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Jakarta: Pustaka Amani, 2005), hal. 110.
[3] Ibid, hal. 151-152.
[4] Kementerian Agama RI, AlQur’an dan Tafsirnya jilid 2, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hal. 402-403.
[5] Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Jakarta: Pustaka Amani, 2005), hal. 187-188.
[6] Kementerian Agama RI, AlQur’an dan Tafsirnya jilid 3, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hal. 182-183.
[7] Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Jakarta: Pustaka Amani, 2005), hal. 208.
[8] Kementerian Agama RI, AlQur’an dan Tafsirnya jilid 3, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hal. 334-335.
[9] Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Jakarta: Pustaka Amani, 2005), hal. 569.
[10] M. Quraish Shihab, Tafsir Al mishbah volume 10, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 140.
[11] Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Jakarta: Pustaka Amani, 2005), hal. 380.
[12] Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Jakarta: Pustaka Amani, 2005), hal. 267.
[13] Sayyid Quthb, Tafsir fi zhilalil qur’an jilid 5  (jakarta Gema Insani Pers, 2003), hal 382.
[14] Salim Bahreisy, Terjemah Irsyadul ‘Ibad Ilasabilirrasyad, (Surabaya: Darussaggar, tt), hal. 487-488.
[15] Salim Bahreisy, Terjemah Irsyadul ‘Ibad Ilasabilirrasyad, (Surabaya: Darussaggar, tt), hal. 488-491.

[16] Al-Hafidh dan Masrap Suhaemi, Tarjamah riyadhus Shalihin (Surabaya: Mahkota, 1986), hal. 744-745.

Related Posts On

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Copyright © Anugerah Ilmu

Sponsored By: Free For Download Template By: Fast Loading Seo Friendly Blogger Template