A.
PEMALSUAN
MENURUT HUKUM DI INDONESIA
Pemalsuan menurut kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) dan kitab
undang-undang hukum acara pidana (KUHAP) disebutkan dalam BAB XII tentang
pemalsuan surat yang terdapat dalam pasal 263 ayat 1 dan 2, yang berbunyi;
1)
Barangsiapa
membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak,
perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti
daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai surat tersebut seolah-olah
isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat
menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama
enam tahun.
2)
Diancam
dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau
yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan
kerugian.[1]
Dari KUHP dan KUHAP diatas dapat disimpulkan bahwa pemalsuan
merupakan suatu bentuk pelanggaran pidana, yang mana pelakunya akan dikenakan
sanksi sesuai dengan bunyi ayat diatas. Dari itulah, dapat dikatakan bahwa
hukum pemalsuan identitas adalah dilarang atau tidak diperkenankan. Akan
tetapi, jika masih ada anggota masyarakat yang melakukan hal itu, secara
otomatis akan mendapatkan hukuman karena perbuatannya telah melanggar hukum
negara yang harus diberikan hukuman atau sanksi.
B.
PEMALSUAN
MENURUT HUKUM ISLAM
Pemalsuan merupakan salah satu perbuatan tercela yang dilarang oleh
Agama. Pemalsuan adalah salah satu bentuk pendustaan (bohong) yang dapat
merugikan banyak hal. Oleh karena itu, perbuatan pemalsuan merupakan perbuatan
tercela (akhlak madzmumah) yang apabila seseorang melakukan hal itu, maka sama
dengan telah melanggar aturan Allah SWT. Dilarangnya perbuatan dusta telah
tercantum dalam Al-Qur’an, Hadits Rasulullah SAW, dan sekaligus dalam kaidah
Fiqh;
1.
Firman
Allah SWT; antara lain;
a.
QS.
An-Nisa’ ayat 40
انْظُرْ كَيْفَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ
وَكَفَى بِهِ إِثْمًا مُبِينًا (50)
Perhatikanlah,
betapakah mereka mengada-adakan Dusta terhadap Allah? dan cukuplah perbuatan
itu menjadi dosa yang nyata (bagi mereka).[2]
Ayat tersebut memberikan penjelasan akan tercelanya perbuatan dusta
atau pemalsuan yang masuk dalam hal itu. Oleh karena itu, dalam salah satu
hadits nabi disebutkan bahwa pelaku dusta akan dimasukkan ke dalam neraka.
b.
QS. Al-maidah ayat 41
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ لَا يَحْزُنْكَ الَّذِينَ
يُسَارِعُونَ فِي الْكُفْرِ مِنَ الَّذِينَ قَالُوا آَمَنَّا بِأَفْوَاهِهِمْ
وَلَمْ تُؤْمِنْ قُلُوبُهُمْ وَمِنَ الَّذِينَ هَادُوا سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ
سَمَّاعُونَ لِقَوْمٍ آَخَرِينَ لَمْ يَأْتُوكَ يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ مِنْ
بَعْدِ مَوَاضِعِهِ يَقُولُونَ إِنْ أُوتِيتُمْ هَذَا فَخُذُوهُ وَإِنْ لَمْ
تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُوا وَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ فِتْنَتَهُ فَلَنْ تَمْلِكَ لَهُ
مِنَ اللَّهِ شَيْئًا أُولَئِكَ الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يُطَهِّرَ
قُلُوبَهُمْ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ
عَظِيمٌ (41)
Hari
rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera
(memperlihatkan) kekafirannya, Yaitu diantara orang-orang yang mengatakan
dengan mulut mereka:"Kami telah beriman", Padahal hati mereka belum
beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi. (orang-orang Yahudi itu) Amat
suka mendengar (berita-berita) bohong dan Amat suka mendengar
perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu mereka merobah
perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. mereka mengatakan:
"Jika diberikan ini (yang sudah di robah-robah oleh mereka) kepada kamu,
Maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini Maka hati-hatilah".
Barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, Maka sekali-kali kamu tidak
akan mampu menolak sesuatupun (yang datang) daripada Allah. mereka itu adalah
orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. mereka beroleh
kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.[3]
Dari ayat diatas bisa disimpulkan pokok bahasan dalam ayat diatas
sebagai berikut;
1.
Allah
menyuruh nabi Muhammad agar jangan cemas dan terpengaruh oleh perbuatan kaumnya
yang dengan mudah menjad kafir.
2.
Orang
munafik dan orang yahudi senang sekali mendengar pembicaraan dan propaganda
bohong menganai pribadi dan kerasulan Muhammad SAW. Mengubah isi kitab Taurat
dan hanya mau menerima suatu hukum kalau sesuai dengan keinginan dan hawa nafsu
mereka. Kalau tidak, maka hukum itu mereka tolak.
3.
Hati
mereka tidak akan dibersihkan. Mereka hina di dunia dan akhirat kelak akan
mendapatkan siksaan yang amat berat.[4]
c.
QS. Al-An’am
93
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا
أَوْ قَالَ أُوحِيَ إِلَيَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَنْ قَالَ سَأُنْزِلُ
مِثْلَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ
الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ
الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ
غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آَيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ (93)
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan
terhadap Allah atau yang berkata: "Telah diwahyukan kepada saya",
Padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata:
"Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah." Alangkah
dahsyatnya Sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam
tekanan sakratul maut, sedang Para Malaikat memukul dengan tangannya, (sambil
berkata): "Keluarkanlah nyawamu" di hari ini kamu dibalas dengan
siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah
(perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri
terhadap ayat-ayatNya.[5]
Allah
menjelaskan kepada kaum muslimin bahwa tidak ada orang yang lebih dzalim dari
orang-orang yahudi yang mengingkari kebenaran Al-Qur’an. Perkataan mereka telah
mengingkari ajaran agama tauhid. Begitu juga seperti mereka yang mengaku telah
menerima wahyu dari Allah SWT, seperti musailamah Al-Kadzab, al-Aswad al-‘Ansi,
Tulaihah al-asadi.
Allah
menyebutkan ancaman dan siksaan yang diterima oleh orang dzalim itu, dikala
mereka menghembuskan nafas yang terakhir, sebagai imbalan kejahatan dan dosa
yang mereka lakukan. Sungguh dahsyat
siksaan yang diberikan oleh Allah kepada orang yang dzalim itu pada waktu
mereka menghadapi sakaratul maut yang tidak dapat terlukiskan. Dan pada waktu
itu, malaikat akan mengulurkan tangannya untuk merenggut nyawa mereka yang
berlumur dosa dengan renggutan yang keras.[6]
d.
QS. Al-A’raf 37
فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا
أَوْ كَذَّبَ بِآَيَاتِهِ أُولَئِكَ يَنَالُهُمْ نَصِيبُهُمْ مِنَ الْكِتَابِ
حَتَّى إِذَا جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا يَتَوَفَّوْنَهُمْ قَالُوا أَيْنَ مَا
كُنْتُمْ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالُوا ضَلُّوا عَنَّا وَشَهِدُوا عَلَى
أَنْفُسِهِمْ أَنَّهُمْ كَانُوا كَافِرِينَ (37)
Maka
siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat Dusta terhadap Allah
atau mendustakan ayat-ayat-Nya? orang-orang itu akan memperoleh bahagian yang
telah ditentukan untuknya dalam kitab (Lauh Mahfuzh); hingga bila datang kepada
mereka utusan-utusan Kami (malaikat) untuk mengambil nyawanya, (di waktu itu)
utusan Kami bertanya: "Di mana (berhala-berhala) yang biasa kamu sembah
selain Allah?" orang-orang musyrik itu menjawab: "Berhala-berhala itu
semuanya telah lenyap dari kami," dan mereka mengakui terhadap diri mereka
bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.[7]
Ayat ini
menjelaskan bahwa berdusta kepada Allah dan ayat-ayatnya adalah pekerjaan yang
paling dzalim. Mengada-ngadakan dusta dan kebohongan terhadap Allah ialah
mewajibkan yang tidak diwajibkan Allah, memutarbalikkan hokum-hukum, yang halal
dikatakan haram dan sebaliknya atau berani mengatakan bahwa Allah beranak dan
bersekutu. Mendustakan ayat-ayat Allah berarti menolak, mempermainkan dan
mengejeknya. Perbuatan mereka dianggap sebagai perbuatan yang paling dzalim,
mereka akan menikmati kesenangan dunia yang bersifat sementara, namun di
akhirat kelak mereka akan di adzab dengan siksa yang sangat pedih.[8]
e.
QS. Al-Ankabut
68
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا
أَوْ كَذَّبَ بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى
لِلْكَافِرِينَ (68)
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang
mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan yang hak tatkala yang
hak itu datang kepadanya? Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi
orang-orang yang kafir?[9]
Pada ayat
diatas tercermin sekian banyak penekanan tentang keburukan kaum musyrikin.
Pertama, kata افْتَرَى / mengada-ada, yakni
berbohong, kedua, bahwa kebohongan itu bukan terhadap makhluk, tetapi kepada
Allah sang pencipta, dan bukan kebohongan kecil tetapi كَذِبًا, kebohongan yang besar.
Kebohongan tersebut terjadi spontan tanpa di pikirkan, sebagaimana dipahami
dari kata لَمَّا. Akhirnya, ia mendustakan sesuatu yang telah bermurah hati جَاءَهُ datang kepadanya.[10]
f.
QS. An
nahl 105
إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
بِآَيَاتِ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ (105)
Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang
yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka Itulah orang-orang
pendusta.[11]
g.
QS.
At-Taubah 77
فَأَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِي قُلُوبِهِمْ إِلَى يَوْمِ
يَلْقَوْنَهُ بِمَا أَخْلَفُوا اللَّهَ مَا وَعَدُوهُ وَبِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
(77)
Maka Allah
menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui
Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka
ikrarkan kepada-Nya dan juga karena mereka selalu berdusta.[12]
Orang
yang telah berikrar kepada Allah kemudian mengingkari janjinya itu, dan orang
yang berdusta kepada Allah sehingga tidak menepati janjinya, maka hatinya tidak
akan selamat dari kemunafikan.
Maka sudah
sepantasnya pengingkaran janji dan kebohongan terhadap Allah ini mengakibatkan
timbulnya nifaq yang kekal di dalam hati orang-orang yang disyaratkan dalam
ayat diatas.[13]
Ayat Al-Qur’an diatas memberikan penjelasan akan tercelanya perbuatan dusta
(bohong). Dan Allah juga mengancam bagi orang yang berdusta dengan berbagai
macam kehinaan di dunia dan siksa di akhirat kelak. Selain ayat tersebut, Rasulullah
SAW juga menjelaskan tentang buruknya sifat bohong atau dusta, diantaranya;
2. Hadits Rasulullah SAW
a. Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi,
An-Nasa’i
مَنْ
كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ.
Barang
siapa yang dusta padaku (atas namaku) dengan sengaja, maka hendaklah menyiapkan
tempatnya di dalam neraka, (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi,
An-Nasa’i).
b. Hadits Riwayat Bukhari, Muslim
عَلَيْكُمْ
بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ
وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ
وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ
وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَالْفُجُورُ يَهْدِى
إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الْعَبْدُ يَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ
عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا.
Biasakanlah berkata benar, karena benar itu menuntun kepada
kebaikan itu menuntun kepada kebaikan dan kebaikan itu menuntun ke surga, dan
selalu seorang itu berkata benar, dan menjaga supaya tetap benar, sehingga
dicatat disisi Allah sebagai seorang siddiq (yang amat benar). Dan
berhati-hatilah dari dusta, karena dusta menuntun kepada lancung (curang) dan
kecurangan itu menuntun kedalam neraka, dan selalu seorang hamba berlaku curang
(curang) sehingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta. (HR. Bukhari,
Muslim).
c.
Hadits
Riwayat Bukhari, Muslim
أَرْبَعٌ
مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ
مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا: إِذَا
حَدَّثَ كَذَّبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ وَإِذَا خَاصَمَ
فَجَرَ
Empat macam sifat, siapa yang ada padanya keempat sifat itu, maka
ia munafiq yang betul-betul, dan siapa yang ada padanya satu dari sifat
padanya, maka ia mempunyai sifat nifaq, sehingga meninggalkannya. Jika
berkata-kata dusta, dan jika berjanji menyalahi janji, dan jika akad perjanjian
cidera, dan bila berdebat (bertengkar) curang (lancung). (HR. Bukhari, Muslim).[14]
d.
Hadits
Riwayat Bukhari
مَنْ
تَحَلَّمَ بِحُلْمٍ لَمْ يَرَهُ ، كُلِّفَ أنْ يَعْقِدَ
بَيْنَ شَعِيرَتَيْن (شَعْرَتَيْنِ) وَلَنْ يَفْعَلَ ، وَمَنِ اسْتَمَعَ إِلَى
حَديثِ قَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ ، صُبَّ في أُذُنَيْهِ الآنُكُ يَوْمَ
القِيَامَةِ. رواه البخاري .
Siapa yang mengaku bermimpi padahal tidak mimpi, maka kelak
disuruh menyambung dua biji sya’ir (jagung) dan tidak akan dapat. Dan siapa
yang mendengarkan pembicaraan orang-orang, padahal mereka tidak suka ia
mendengar, maka kelak akan dituangkan di dalam telinganya cairan timah pada
hari qiyamat. (HR. Bukhari).
e.
Hadits
Riwayat Bukhari dan Muslim
آيَاتُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَّبَ وإذا ائْتُمِنَ خَانَ وإِذَا وَعَدَ
أَخْلَفَ
Tanda-tanda orang munafik ada tiga : Apabila berbicara, ia dusta;
apabila berjanji, ia mengingkari; dan apabila diberi amanat, ia berkhianat. (HR.
Bukhari dan Muslim).
f.
Hadits
Riwayat Ahmad dan Abusy Syaikh
إِيَّاكُمْ
وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ مُجَانِبٌ لِلإِيمَانِ
Awaslah kamu dari dusta, karena dusta itu
menyalahi iman.
g.
Hadits
Riwayat At Turmudzi dan Abu Na’im
إذا
كَذَبَ العبدُ كِذْبَةً تَبَاعَدَ عَنْهُ الْمَلَكُ مِيْلاً مِنْ نَتْنِ مَا جَاءَ
بِهِ.
Jika seorang hamba itu berdusta, maka
malaikat itu menjauh dari padanya sejauh satu mil, karena sangat busuk bau
perbuatannya itu.
h.
Hadits
Riwayat Al-Hakim
كَفَى
بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ. وَكَفَى بِالْمَرْءِ
شُحًّا أَنْ يَقُوْلَ آخُذُ حَقِّى لَا أَتْرُكُ مِنْهُ شَيْئًا
Cukup bagi seorang pendusta, bila ia
menceritakan semua yang didengar, dan cukup bagi seorang bakhil (kikir) jika ia
berkata: aku akan ambil semua hakku dan tidak akan aku tinggalkan sedikitpun.
i.
Hadits
Riwayat Ahmad dan Abu Dawud
وَيْلٌ
لِلَّذِى يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيَضْحَكَ بِهِ الْقَوْمُ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
Ancaman berat bagi orang yang bercerita lalu berdusta
untuk menertawakan orang-orang, maka ancaman berat baginya, dan ancaman berat
baginya.
j.
Hadits
Riwayat Ahmad
خَمْسٌ
لَيْسَ لَهُنَّ كَفَّارَةٌ: الشِّرْكُ بِاللهِ،
وَقَتْلُ النَّفْسِ بِغَيْرِ حَقٍّ، وَبَهْتُ الْمُؤْمِنِ، وَالْفِرَارُ مِنَ
الزَّحْفِ، وَيَمِيْنٌ صَابِرَةٌ يَقْتَطِعُ بِهَا مَالًا بِغَيْرِ حَقًّ
Lima macam dosa yang tidak ada tebusannya:
1.
Syirik terhadap Allah
2.
Membunuh orang tanpa hak
3.
Membuat tuduhan palsu terhadap seorang mu’min
4.
Lari dari barisan kaum muslimin dalam perang.
5.
Sumpah palsu untuk mengambil hak orang lain.
k.
Hadits
Riwayat Ahmad dan Ibn Abi Ad-Dunya
مَنْ
قَالَ لِصَبِىٍّ تَعَالَ هَاكَ، ثُمَّ لَمْ يُعْطِهِ فَهِىَ كِذْبَةٌ.
Barang siapa yang memanggil anak kecil sambil berkata:
mari saya beri apa-apa, kemudian tidak memberinya, maka itu dianggap dusta.[15]
3. Kaidah Fiqh
Kaidah pertama, الأصل فى النهى للتحريم, pada dasarnya suatu larangan menunjukkan hukum haram melakukan
perbuatan yang dilarang kecuali ada indikasi yang menunjukkan hukum lain.
Kaidah kedua, الأصل فى النهى يطلق الفساد مطلقا, suatu larangan
menunjukkan fasad (rusak) perbuatan yang dilarang itu jika dikerjakan. Kaidah
ini disepakati bilamana larangan itu tertuju kepada zat atau esensi suatu
perbuatan, bukan terhadap hal-hal yang terletak diluar esensi perbuatan itu.
Kaidah ketiga, النهي
عن الشيئ أمر بضده, suatu larangan terhadap
suatu perbuatan berarti perintah terhadap kebalikannya.
C.
PERKARA
YANG DIBOLEHKAN BERBOHONG
Pada dasarnya
dusta merupakan perbuatan tercela yang dilarang, namun jika tiada jalan keluar
lagi untuk mencapai tujuan yang baik, maka berdusta itu diperbolehkan. Misalnya
seperti menyembunyikan seorang kawan muslim yang tengah diancam bunuh oleh
penjahat, orang dzalim, atau orang kafir. Maka demi keselamatan jiwanya, orang
boleh berdusta bahkan dalam contoh ini orang wajib berdusta.
Dari Ummu
Kultsum RA, Rasulullah SAW bersabda;
لَيْسَ الْكَذَّابُ الَّذِى يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ
فَيَنْمِى خَيْرًا أَوْ يَقُولُ خَيْرًا
Artinya:
“Tidak dihukumi dusta lagi, orang yang berbohong demi terciptanya perdamaian
diantara masyarakat yang tengah bermusuhan atau berselisih, sehingga mereka
menjadi baik atau berkata baik. (HR. Bukhari Muslim)
Ditambahkan
dalam riwayat lainnya; Ummu kultsum berkata: “belum Pernah ku dengar adanya
keringanan tentang dusta sedikitpun, kecuali dalam tiga hal, yaitu:
1.
Ketika
berkecamuknya perang
2.
Dalam
mewujudkan perdamaian diantara masyarakat atau bangsa yang tengah dilanda
permusuhan atau perselisihan.
3.
Omongan
suami terhadap istrinya atau sebaliknya, demi terciptanya kerukunan dalam rumah
tangga. (HR. Muslim).[16]
KESIMPULAN
Jujur merupakan
suatu kunci sukses menuju kehidupan yang baik. Akan tetapi kebalikannya, bila
hidup ini dihiasi dengan dusta yang dilakukan oleh individu masyarakat, maka
bukan tidak mungkin system kehidupan akan menjadi buruk dan tidak bisa mencapai
kehidupan yang lebih baik.
Allah SWT telah
berfirman dalam Al-Qur’an yang harusnya dibuat pedoman bagi setiap manusia
untuk menjalankan kehidupan agar senantiasa mendapatkan Hidayah dan
diberkahi dalam setiap langkah perbuatan. Didalam Al-Qur’an terdapat banyak
ayat yang menunjukkan larangan dusta dan pedihnya siksa bagi orang yang
berdusta. Firman Allah dalam Al-Qur’an mengenai perbuatan dusta dapat
disimpulkan mengenai isi kandungannya sebagai berikut;
1.
Dusta
merupakan perbuatan tercela dan dosa yang nyata (QS. An-Nisa’: 40)
2.
Hati
orang yang berdusta tidak akan dibersihkan, mereka hina di dunia dan akan
mendapat siksa yang sangat pedih di akhirat (QS. Al-Maidah: 41)
3.
Siksa
Allah akan diberikan kepada pendusta disaat sakaratul maut dengan siksaan pedih
yang tidak dapat dilukiskan (QS. Al-An’am: 93)
4.
Dusta
merupakan pekerjaan yang paling dzalim (QS. Al-A’raf: 37) dan pendusta
merupakan orang yang paling dzalim (QS. Al-Ankabut: 60)
5.
Dusta
merupakan tanda dari sifat munafiq (QS. At-Taubah: 77)
Sabda Rasulullah SAW juga banyak menjelaskan tentang sifat dusta,
diantaranya;
1.
Dusta
akan membawa orang ke neraka.
2.
Dusta
merupakan tanda sifat munafiq.
3.
Pendusta
di hari Qiyamat telinganya akan dituangi timah.
4.
Pendusta
akan dijauhi oleh Malaikat.
Jadi pada intinya, sifat dusta yang dalam makalah ini membahas
tentang pemalsuan identitas pada dasarnya tidak diperbolehkan. Karena pemalsuan
tersebut merupakan bentuk suatu sifat buruk yang akan berdampak buruk pula.
Namun, dusta atau bohong diperbolehkan bila dipergunakan untuk menyelamatkan
saudara sesama muslim yang jiwanya terancam oleh penjahat, orang dzalim dan orang kafir, maka dhukumnya
boleh berbohong seperti dalam riwayat Ummu Kultsum.
DAFTAR PUSTAKA
Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), Bandung: Citra Umbara, 2012.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Jakarta:
Pustaka Amani, 2005.
Kementerian
Agama RI, AlQur’an dan Tafsirnya jilid 2, Jakarta: Widya Cahaya, 2011.
Kementerian
Agama RI, AlQur’an dan Tafsirnya jilid 3, Jakarta: Widya Cahaya, 2011.
Shihab, M. Quraish, Tafsir
Al mishbah volume 10,
Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Quthb, Sayyid, Tafsir
fi zhilalil qur’an jilid 5, jakarta Gema
Insani Pers, 2003.
Bahreisy, Salim, Terjemah Irsyadul ‘Ibad Ilasabilirrasyad, Surabaya: Darussaggar, tt.
Al-Hafidh
dan Suhaemi, Masrap, Tarjamah
Riyadhus Shalihin, Surabaya: Mahkota, 1986.
[1] Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), (Bandung: Citra Umbara, 2012), hal. 83.
[4] Kementerian
Agama RI, AlQur’an dan Tafsirnya jilid 2, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011),
hal. 402-403.
[6] Kementerian
Agama RI, AlQur’an dan Tafsirnya jilid 3, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011),
hal. 182-183.
[8] Kementerian
Agama RI, AlQur’an dan Tafsirnya jilid 3, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011),
hal. 334-335.
[13] Sayyid Quthb, Tafsir
fi zhilalil qur’an jilid 5 (jakarta
Gema Insani Pers, 2003), hal 382.
[14] Salim
Bahreisy, Terjemah Irsyadul ‘Ibad Ilasabilirrasyad, (Surabaya: Darussaggar,
tt), hal. 487-488.
[15] Salim Bahreisy,
Terjemah Irsyadul ‘Ibad Ilasabilirrasyad, (Surabaya: Darussaggar, tt), hal.
488-491.
[16] Al-Hafidh dan
Masrap Suhaemi, Tarjamah riyadhus Shalihin (Surabaya: Mahkota, 1986),
hal. 744-745.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar